tafsir adz-dzariyat ayat 56 tentang tujuan pendidikan



TAFSIR SURAT ADZ-DZARIYAT AYAT 56
MAKALAH
       Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir II (Tafsir Tarbawiy
Dosen pengampu : Ana Rahmawati, Lc., M. Hum.

 Disusun oleh : Afivatun Nadliyah    (131310000446)

PAI 6A1

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ‘ULAMA
(UNISNU) JEPARA
2015





TUJUAN PENDIDIKAN DALAM SURAT ADZ-DZARIYAT AYAT 56 :
 

بسم الله الرّحمن الرّحيم
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Penjelasan/tafsir surat Adz-Dzariyat ayat 56
Beberapa mufassir menafsirkan menurut tarjamah ayat diatas, Allah menegaskan bahwa ; “karena sekiranya Aku tidak menciptakan mereka, niscaya mereka takkan kenal keberadaan-Ku dan keesaan-Ku. Penafsiran seperti ini ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam sebuah hadis qudsi :
كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًّا فَاَرَدْتُ اَنْ اُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِىْ عَرْفُوْ نِىْ
Aku adalah simpanan yang tersembunyi. Lalu AKU menghendaki supaya dikenal. Maka AKU pun menciptakan makhluk. Maka oleh karena AKU lah mereka mengenal AKU”
Demikian kata mujahid dan begitu pula diriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini adalah ; kecuali supaya aku memerintahkan mereka dan melarang mereka. Tafsiran seperti ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala :
!$tBur (#ÿrãÏBé& žwÎ) (#ÿrßç6÷èuÏ9 $Yg»s9Î) #YÏmºur ( Hw tm»s9Î) žwÎ) uqèd 4 ¼çmoY»ysö7ß $£Jtã šcqà2̍ô±ç ÇÌÊÈ 
Artinya : “Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dan tafsiran seperti ini dipilih pula oleh Zujjaj. Sementara itu segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat ini adalah, kecuali mereka tunduk kepada-Ku, dan merendahkan diri. Yakni bahwa setiap makhluk dari jin atau manusia tunduk kepada keputusan Allah, patut kepada kehendak-Nya, dan menuruti apa yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut apa yang Dia kehendaki, dan Allah memberi rezki kepada mereka menurut keputusan-Nya, tidak seorang pun diantara mereka yang dapat memberi manfaat maupun mudlarat kepada dirinya sendiri.
Kalimat ini merupakan penegas bagi suruhan agar memberi peringatan, dan juga memuat alasan dari diperintahkannya memberi peringatan. Karena diciptakannya mereka dengan alasan tersebut menyebabkan mereka harus diberi peringatan yang menyebabkan mereka wajib ingat dan menuruti nasehat.

Munasabah surat Adz-Dzariyat ayat 56 dengan ayat sebelumnya (ayat 55)
Munasabah dengan ayat sebelumnya adalah, bahwa ayat sebelumnya yang berbunyi :
öÏj.sŒur ¨bÎ*sù 3tø.Ïe%!$# ßìxÿZs? šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÎÎÈ  
“dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”

Adalah ayat yang menerangkan hal ihwal orang-orang musyrik dalam mendustakan rasul-Nya SAW. Maka DIA menyebutkan pula perbuatan mereka yang buruk, dimana mereka tidak beribadah kepada Allah yang telah menciptakan mereka semata-mata buat beribadah kepada-Nya.[1]
Kalau sebelum ini Allah telah memerintahkan agar manusia berlari dan bersegera menuju Allah, disini dijelaskan mengapa manusia harus bangkit berlari dan bersegera menuju Allah. Ayat diatas menyatakan : dan  Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk satu manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas mereka adalah beribadah kepada-Ku.

Keterkaitan Surat Adz-Dzariyat ayat 56 dengan Tujuan Pendidikan
Secara normatif tujuan pendidikan di Indonesia diamanatkan dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Didalam UU ini disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[2]
Hal ini tentunya sesuai dan seimbang antara tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 dengan apa yang terkandung didalam surat Adz-Dzariyat ayat 56. Bahwa hakikatnya tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk menciptakan manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan pendidikan khususnya pendidikan islam bervariasi, meliputi berbagai aspek kehidupan manusia yang diapresiasi sebaik mungkin , ditunjukkan pada jalan yang lurus yang diridhai Allah, menjauhkan dari jalan yang menyesatkan dan merugikan serta mengakibatkan kesengsaraan di dunia dan akhirat. Diantaranya tujuan pendidikan tersebut adalah :

1.      Pembentukan aqidah yang benar bagi manusia
Pendidikan islam dengan berbagai macam konsep dan lembaganya serta yang melakukannya, baik di rumah, masjid, sekolah, maupun komunitas masyarakat lainnya, harus menjurus pada pembentukan akidah yang benar bagi manusia.
Beraqidah terhadap Allah, baik zat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun rukun-rukun iman lainnya.
2.      Pengajaran ibadah yang benar
Pendidikan islam dengan seluruh lembaga dan para penyelenggara didalamnya harus mengajari manusia untuk beribadah yang benar kepada Allah, melatihnya untuk melaksanakannya sesuai dengan yang digariskan oleh Allah, baik berupa kewajiban maupun sunnah secara kontinuitas (istimrar).
Pengajaran peribadahan harus diambil dari sumber-sumber yang benar dalam Islam dan teks-teks agama yang benar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pengajaran ini tidak akan terealisasi sesuai dengan yang diinginkan kecuali dengan melaksanakan keimanan, keislaman, keadilan, dan berjihad di jalan Allah. Semuanya diterpakan sehari-hari setelah menguasai dan memahaminya secara teori dan keilmuan.
Seluruh lembaga pendidikan yang telah disebutkan dituntut harus menafsirkan hal itu kepada kaum muslimin, melatihkannya dan memberikan bantuan kepada mereka.[3]
Tujuan pendidikan mengarah kepada pembentukan manusia yang berperikehidupan takwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sesuai dengan keindahan, kesempurnaan dan ketinggian derajatnya, menguasai dan memelihara alam dan tempat tinggalnya, dan terpenuhi hak-hak asasinya. Peri kehidupan seperti itu sesuai dengan tuntutan dimensi-dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, keberagamaan manusia.[4]

Analisis surat Adz-Dzariyat ayat 56
Surat Adz-Dzariyat ayat 56  diatas menggunakan bentuk persona pertama (Aku) setelah sebelumnya menggunakan persona ketiga (Dia/Allah). Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang dikandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa, rejeki yang dibagikan-Nya melibatkan malaikat dan sebab-sebab lainnya, sedang disini karena penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah SWT.
Di dahulukannya penyebutan kata (الجن) al-jinn/jin dari kata ( (الإنسal-ins/manusia karena memang jin lebih dahulu diciptakan Allah daripada manusia.
Ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakikatnya. Begitu kurang lebihnya yang ditulis oleh Syaikh Muhammad ‘Abduh.
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah)  dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar, atau waktunya, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.[5]
Thabathaba’i memahami huruf lam pada ayat yang ditafsirkan ini dalam arti agar supaya, yakni tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah. Ulama ini menulis bahwa tujuan-apa pun bentuknya- adalah sesuatu yang digunakan oleh yang bertujuan itu untuk menyempurnakan apa yang belum sempurna baginya atau menanggulangi kebutuhan/kekurangannya. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah SWT karena Dia tidak memiliki kebutuhan. Dengan demikian tidak ada bagi-Nya yang perlu disempurnakan atau kekurangan yang perlu ditanggulangi. Namun, di sisi lain, suatu perbuatan yang tidak memiliki tujuan adalah perbuatan sia-sia yang perlu dihindari. Ibadah adalah tujuan dari penciptaan manusia untuk memberinya ganjaran ; yang memperoleh ganjaran itu adalah manusia, sedang Allah sama sekali tidak membutuhkannya.[6]
Selanjutnya, Thabathaba’i berpendapat bahwa menjadikan makna ibadah pada ayat diatas dalam arti ibadah takwiniyah (bukan dari segi taklif), ini pun tidak tepat karena itu adalah sikap semua makhluk. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menjadikan ayat diatas menetapkan tujuan tersebut hanya bagi jin dan manusia, apalagi konteks ayat ini adalah kecaman kepada kaum musyrikin yang enggan beribadah kepada Allah dengan mematuhi syariat-Nya.
Setelah membantah pula pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan menciptakan mereka untuk beribadah adalah mereka yang menciptakan mereka memiliki potensi untuk beribadah, Thabathaba’i menjelaskan bahwa ibadah yang dimaksud itu adalah kehadiran dihadapan Allah Rabbul ‘Alamin dengan kerendahan diri dan penghambaan kepada-Nya serta kebutuhan sepenuhnya kepada tuhan pemilik kemuliaan mutlak dan kekayaan murni, sebagaimana dipahami dari firman-Nya :
ö@è% $tB (#àst7÷ètƒ ö/ä3Î/ În1u Ÿwöqs9 öNà2ät!$tãߊ (
Artinya : “Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu.
Hakikat ibadah adalah menempatkan diri seseorang dalam kedudukan kerendahan dan ketundukan serta mengarahkannya ke arah maqam Tuhannya. Inilah yang dimaksud oleh mereka yang menafsirkan kata ibadah dengan ma’rifat yang dihasilkan oleh ibadah.
Sayyid Quthub mengomentari ayat diatas secara panjang lebar. Beliau menegaskan bahwa ayat diatas walaupun sangat singkat, mengandung hakikat yang besar dan agung. Ayat ini menurutnya, membuka sekian banyak sisi dan aneka sudut dari makna dan tujuan. Sisi pertama bahwa pada hakikatnya ada tujuan tertentu dari wujud manusia dan jin, ia merupakan satu tugas. Siapa yang melaksanakannya maka dia telah mewujudkan tujuan wujudnya, dan siapa yang mengabaikannya maka dia telah membatalkan hakikat wujudnya dan menjadilah dia seseorang yang tidak memiliki tugas, hidupnya kosong tidak bertujuan dan berakhir dengan kehampaan. Tugas tersebut adalah ibadah kepada Allah, yakni penghambaan diri kepada-Nya.[7]
Nilai-nilai pendidikan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56
Surat Adz-Dzariyat ayat 56 ini secara garis besar menjelaskan tentang hakikat sejati tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu tak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya dan senantiasa meminta petunjuk hanya kepada-Nya.
Manusia sejak awal sudah diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya. Dan untuk melakukan hal itu sangat lah diperlukan pendidikan agar apa yang kita lakukan tidak melenceng dari yang sudah ditetapkan oleh agama.

REFERENSI
Danim. Sudarwan., 2010, Pengantar Kependidikan, Bandung : Alfabeta
Mahmud. Ali Abdul Halim., 1995, Pendidikan Ruhani, Jakarta : Gema Insani Press
Musthafa. Ahmad., 1993, Tafsir Al-Maraghi, Semarang : Thoha Putra, Jilid XXV.
Prayitno, 2009, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Shihab. Quraish., 2008, Tafsir Al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati, vol.13.


[1] Anshori Umar Sitanggal, terj. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-maragi  juz XXV (Semarang : Thoha Putra, 1993. Cet II), hlm.24-25
[2] Sudarwan Danim, Pengantar(Bandung : Alfabeta, 2010), hlm. 41
[3] Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta : gema Insani Press, 1995), hlm.26
[4] Prayitno, Dasar teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta : PT Gramedia widiasarana,2009),hlm.44
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol.13, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.108.
[6] Ibid, hlm.109
[7] Ibid, hlm.112

Komentar

Postingan populer dari blog ini

notes1

puisi hati